Buyback Saham: Pengertian, Alasan, Regulasi, dan Studi Kasus Emiten 2025

Buyback saham merupakan salah satu aksi korporasi strategis yang kerap dilakukan perusahaan publik untuk mengelola struktur permodalan, memperbaiki indikator keuangan, dan menyampaikan sinyal kepada pasar. Dalam konteks pasar modal Indonesia, buyback menjadi semakin relevan di tengah dinamika ekonomi yang fluktuatif dan meningkatnya perhatian terhadap efisiensi perusahaan.

Artikel ini disusun untuk memberikan pemahaman komprehensif mengenai buyback saham, dimulai dari definisi dasar hingga implementasi teknis di lapangan. Setiap bagian ditulis dengan pendekatan berbasis data, regulasi resmi, dan studi kasus aktual, agar dapat menjangkau pembaca dari level pemula hingga analis atau investor tingkat lanjut.

Pembahasan dimulai dengan menjelaskan apa itu buyback saham dan bagaimana mekanismenya dilakukan, baik melalui tender offer maupun pembelian di pasar terbuka. Selanjutnya, akan dijelaskan secara sistematis berbagai alasan strategis buyback, termasuk pengaruhnya terhadap EPS dan struktur kepemilikan.

Bagian penting lainnya mencakup ketentuan hukum terbaru terkait buyback berdasarkan POJK No. 13 Tahun 2023, yang memungkinkan perusahaan melakukan buyback tanpa persetujuan RUPS dalam kondisi pasar yang tidak stabil. Aturan ini menjadi landasan yuridis yang sangat penting dalam menilai legalitas dan ruang gerak perusahaan publik dalam menjalankan buyback.

Untuk memberikan konteks praktis, artikel ini juga menyajikan studi kasus dua emiten besar tahun 2025, yaitu PT Unilever Indonesia Tbk dan PT BFI Finance Indonesia Tbk, yang telah mengumumkan program buyback dalam skala besar. Analisis atas aksi korporasi ini akan memperlihatkan bagaimana buyback dijalankan secara nyata dan dampaknya terhadap persepsi pasar serta potensi nilai bagi investor.

Di akhir, artikel akan merangkum dampak dan implikasi buyback bagi investor retail, termasuk hal-hal yang harus diperhatikan sebelum mengambil keputusan investasi, seperti likuiditas, kondisi keuangan emiten, dan sinyal manajerial. Artikel ini ditujukan untuk menjadi referensi yang valid, edukatif, dan relevan secara praktis dalam memahami aksi korporasi buyback di Indonesia.

Apa Itu Buyback Saham?

Buyback saham, atau pembelian kembali saham oleh perusahaan, merupakan mekanisme di mana emiten membeli sahamnya sendiri yang sebelumnya telah dilepas ke publik. Dengan buyback, jumlah saham yang beredar di pasar akan berkurang, dan secara teknis hal ini akan mempengaruhi berbagai indikator keuangan serta struktur kepemilikan perusahaan.

Buyback bukan sekadar aktivitas pasar biasa, melainkan mencerminkan keputusan strategis perusahaan yang dapat berdampak langsung pada pemegang saham, investor institusi, hingga persepsi pasar secara luas. Dalam praktiknya, buyback saham sering diinterpretasikan sebagai sinyal bahwa manajemen percaya saham perusahaannya tengah undervalued atau sebagai bentuk distribusi laba tanpa membayar dividen tunai.

Dari sisi regulasi, buyback juga diatur ketat oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Bursa Efek Indonesia (BEI), karena berkaitan dengan transparansi dan fair market behavior. Oleh karena itu, penting bagi investor—terutama investor ritel—untuk memahami esensi buyback sejak tahap dasar, sebelum menilai dampaknya terhadap harga saham, laba per saham (EPS), atau struktur modal.

Setelah memahami pengertian dasar buyback, kita akan masuk ke pembahasan lebih teknis mengenai bagaimana proses buyback dilakukan, termasuk perbedaan antara tender offer dan pembelian di pasar terbuka.

Skema Pelaksanaan Buyback Antara Tender Offer vs Pasar Terbuka

Secara umum, perusahaan dapat menjalankan program buyback dengan dua pendekatan utama, yaitu melalui tender offer atau pembelian di pasar terbuka (open market). Keduanya sah menurut ketentuan regulator, namun memiliki konsekuensi teknis, harga, dan sinyal pasar yang berbeda.

1. Tender Offer: Harga Premium dan Penawaran Terbatas Waktu

Dalam skema tender offer, perusahaan mengajukan penawaran langsung kepada pemegang saham untuk membeli saham mereka dengan harga tetap dan batas waktu tertentu. Harga yang ditawarkan biasanya lebih tinggi dari harga pasar (premium), agar pemegang saham tertarik untuk menjual kepemilikannya secara sukarela.

Contoh ilustratif: Jika saham PT XYZ diperdagangkan di harga Rp 1.400, perusahaan bisa menawarkan tender buyback dengan harga Rp 1.600 per lembar. Penawaran ini hanya berlaku selama, misalnya, 30 hari. Jika jumlah saham yang ditawarkan melebihi kuota, maka pembelian dilakukan secara proporsional (pro-rata).

2. Pasar Terbuka: Fleksibel dan Menyesuaikan Harga Bursa

Alternatif lainnya adalah pembelian langsung di pasar terbuka. Dalam skema ini, perusahaan membeli sahamnya secara bertahap di pasar reguler sesuai dengan harga yang berlaku saat transaksi dilakukan. Pendekatan ini memberikan fleksibilitas bagi perusahaan, namun tidak menjamin harga tertentu kepada pemegang saham.

Skema pasar terbuka lebih banyak digunakan ketika perusahaan tidak ingin mengganggu pergerakan harga saham secara agresif, dan ingin mengeksekusi buyback dengan mempertimbangkan dinamika pasar harian. Namun, pendekatan ini umumnya tidak dianggap sebagai sinyal sekuat tender offer, karena dilakukan secara gradual dan tidak memaksa investor mengambil keputusan segera.

Perbandingan Kedua Skema Buyback

Aspek Tender Offer Pembelian di Pasar Terbuka
Harga Tetap (biasanya premium) Fluktuatif, mengikuti pasar
Periode Terbatas (diumumkan sebelumnya) Fleksibel, bisa harian atau mingguan
Dampak ke Harga Signifikan, bisa naik cepat Lebih gradual, bergantung volume
Signal ke Pasar Kuat (sinyal undervaluation) Moderate (tergantung konsistensi)

Dengan memahami dua skema ini, investor bisa menilai niat dan strategi perusahaan di balik aksi buyback. Apakah buyback ini ditujukan sebagai manuver taktis jangka pendek, atau sebagai bentuk fundamental trust dari manajemen terhadap prospek jangka panjang perusahaan?

Pembahasan berikutnya akan mengulas lebih dalam alasan-alasan strategis yang mendasari keputusan buyback saham oleh perusahaan publik, dan bagaimana hal tersebut berdampak terhadap metrik fundamental seperti EPS dan Return on Equity.

Alasan Perusahaan Melakukan Buyback Saham

Buyback saham tidak dilakukan tanpa alasan. Aksi ini biasanya didasarkan pada pertimbangan strategis dari manajemen, yang melibatkan analisis kondisi pasar, posisi kas, dan arah jangka panjang perusahaan. Berikut adalah beberapa alasan paling umum di balik keputusan buyback saham:

1. Meningkatkan Laba per Saham (EPS)

Dengan jumlah saham beredar yang berkurang, laba bersih yang sama akan dibagi ke unit saham yang lebih sedikit. Ini menyebabkan EPS (Earnings per Share) naik, yang pada akhirnya dapat meningkatkan persepsi investor terhadap profitabilitas dan efisiensi perusahaan.

2. Mengirim Sinyal Bahwa Saham Undervalued

Ketika manajemen memutuskan melakukan buyback, itu bisa menjadi sinyal bahwa mereka percaya harga saham perusahaan sedang berada di bawah nilai wajarnya. Ini memberi pesan ke pasar bahwa manajemen yakin dengan prospek bisnis ke depan dan bersedia menanamkan kembali modal ke sahamnya sendiri.

3. Menyalurkan Kelebihan Kas Tanpa Dividen

Beberapa perusahaan memilih buyback sebagai alternatif dari pembayaran dividen. Dengan melakukan buyback, perusahaan bisa mengembalikan kas ke pemegang saham secara tidak langsung tanpa harus menetapkan komitmen pembayaran berulang seperti halnya dividen tunai.

4. Mencegah Potensi Pengambilalihan (Takeover Defense)

Dengan mengurangi jumlah saham yang beredar di publik (free float), perusahaan juga mengurangi risiko pengambilalihan oleh pihak luar. Buyback yang agresif dapat menjadi bagian dari strategi pertahanan terhadap hostile takeover, terutama jika dilakukan oleh perusahaan yang sedang undervalued.

Empat alasan ini menunjukkan bahwa buyback bukan sekadar keputusan teknis, tapi merupakan bagian dari strategi keuangan perusahaan yang memiliki dampak jangka pendek dan panjang. Namun tentu saja, semua ini harus dilakukan dalam koridor hukum dan regulasi yang berlaku.

Oleh karena itu, kita akan lanjutkan ke pembahasan berikutnya, yaitu regulasi buyback saham di Indonesia berdasarkan ketentuan terbaru OJK.

Aturan Buyback Saham Menurut OJK (POJK No. 13 Tahun 2023)

Pelaksanaan buyback saham di Indonesia diatur secara ketat oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK), untuk memastikan keterbukaan informasi, keadilan pasar, dan perlindungan investor publik. Salah satu regulasi kunci terbaru adalah POJK No. 13/POJK.04/2023 tentang Pembelian Kembali Saham oleh Emiten atau Perusahaan Publik.

Buyback Tanpa Persetujuan RUPS

Salah satu poin penting dalam regulasi ini adalah ketentuan bahwa perusahaan dapat melakukan buyback tanpa RUPS apabila pasar sedang berfluktuasi secara signifikan. Hal ini diatur dalam Pasal 7 POJK No. 13/2023, yang menjadi dasar hukum buyback darurat atau berbasis mitigasi risiko pasar.

  • Kriteria pasar fluktuatif: diukur dari kondisi indeks harga saham gabungan (IHSG) atau sektor tertentu yang mengalami tekanan signifikan dalam periode tertentu.
  • Maksimum pembelian: hingga 20% dari modal disetor dan harus memiliki saldo laba ditahan yang mencukupi.
  • Transparansi: wajib mengumumkan rencana buyback melalui keterbukaan informasi dan melaporkan realisasi berkala ke OJK dan publik.

Perbandingan: Buyback dengan dan tanpa RUPS

Aspek Dengan Persetujuan RUPS Tanpa RUPS (POJK 13/2023)
Situasi Umum Normal, tidak tergesa Pasar sedang fluktuatif atau darurat
Otorisasi Butuh persetujuan pemegang saham Langsung oleh Direksi dan Dewan Komisaris
Batas Maksimum Tergantung keputusan RUPS 20% dari modal disetor
Kecepatan Eksekusi Lebih lama (butuh RUPS) Lebih cepat, langsung dieksekusi

Dengan diberlakukannya POJK ini, perusahaan memiliki fleksibilitas untuk merespons tekanan pasar secara cepat dan efisien, tanpa mengabaikan prinsip tata kelola yang baik. Namun, investor tetap perlu mencermati apakah buyback tersebut dilandasi fundamental yang sehat atau hanya reaktif terhadap tekanan harga.

Pada bagian berikutnya, kita akan menelaah dua contoh nyata aksi buyback saham yang dilakukan oleh emiten besar pada 2025, yaitu PT Unilever Indonesia Tbk dan PT BFI Finance Indonesia Tbk.

Contoh Buyback Emiten 2025

Untuk melihat bagaimana buyback saham diterapkan secara nyata, mari kita telaah dua emiten besar yang mengumumkan program pembelian kembali saham pada paruh kedua tahun 2025: PT Unilever Indonesia Tbk (UNVR) dan PT BFI Finance Indonesia Tbk (BFIN).

1. PT Unilever Indonesia Tbk (UNVR)

  • Nilai maksimal buyback: Rp 2 triliun
  • Periode pelaksanaan: 31 Juli – 30 Oktober 2025
  • Harga maksimal per saham: Rp 1.700

Unilever Indonesia mengumumkan program ini di tengah tekanan harga saham yang berada di level terendah lima tahun terakhir. Buyback ini dimaksudkan untuk mengoptimalkan struktur modal dan memberikan keyakinan pasar terhadap prospek jangka panjang perusahaan.

Dengan posisi kas bersih yang masih kuat dan utang yang relatif rendah, UNVR memiliki fleksibilitas keuangan yang cukup untuk menjalankan program buyback tanpa mengganggu operasional maupun alokasi belanja modal (capex).

2. PT BFI Finance Indonesia Tbk (BFIN)

  • Anggaran buyback: maksimal Rp 500 miliar
  • Persentase terhadap modal disetor: tidak melebihi 3,3%
  • Periode pelaksanaan: 1 Agustus – 31 Oktober 2025

BFI Finance mengumumkan program buyback sebagai bagian dari strategi mempertahankan kepercayaan investor dan stabilitas harga saham, yang sempat tertekan oleh fluktuasi di sektor pembiayaan. Tidak seperti Unilever, BFIN memanfaatkan fleksibilitas aturan buyback tanpa RUPS berdasarkan POJK 13/2023, karena dinilai memenuhi kriteria kondisi pasar fluktuatif.

Langkah ini diiringi oleh posisi modal yang solid dan kinerja operasional yang masih bertumbuh di semester I-2025. Dengan buyback terbatas (<3,3%), BFIN juga menjaga keseimbangan antara likuiditas internal dan strategi jangka panjang.

Perbandingan Strategis Buyback UNVR vs BFIN

Aspek Unilever Indonesia (UNVR) BFI Finance (BFIN)
Nilai Maksimal Buyback Rp 2 triliun Rp 500 miliar
Periode 31 Juli – 30 Oktober 2025 1 Agustus – 31 Oktober 2025
Alasan Strategis Optimalkan struktur modal, pulihkan kepercayaan pasar Stabilkan harga saham saat pasar fluktuatif
Skema Tender offer (harga maksimum Rp 1.700) Pembelian di pasar terbuka
Regulasi Dengan pengumuman publik & ketentuan umum Tanpa RUPS, berdasarkan POJK 13/2023

Kedua contoh ini menunjukkan bahwa buyback dapat dimanfaatkan untuk berbagai kebutuhan strategis, mulai dari pemulihan persepsi pasar hingga stabilisasi harga di tengah volatilitas. Namun, bagaimana sebaiknya investor merespons aksi ini?

Pertanyaan tersebut akan dijawab dalam bagian berikutnya, yang membahas dampak dan implikasi buyback terhadap investor ritel dan institusi.

Dampak Buyback bagi Investor

Bagi investor, buyback saham dapat menjadi sinyal positif, namun tidak selalu menjamin kenaikan harga atau perbaikan kinerja. Oleh karena itu, penting untuk menganalisis konteks dan dasar keuangan di balik setiap program buyback.

1. Buyback Bukan Jaminan Harga Naik

Meskipun buyback mengurangi jumlah saham beredar, dampaknya terhadap harga sangat bergantung pada besaran pembelian, skema yang digunakan, dan persepsi pasar terhadap emiten. Beberapa program buyback bahkan tidak mampu menahan penurunan harga jika dilakukan di tengah penurunan fundamental.

2. Periksa Kinerja Keuangan dan Sumber Dana

Investor sebaiknya menilai apakah buyback dibiayai dari kas operasional sehat atau dari utang baru. Buyback dari kas berlebih lebih positif daripada pembelian saham yang didanai dengan leverage, karena bisa membahayakan neraca jangka panjang.

3. EPS Naik, Tapi Laba Nyata Belum Tentu

Efek langsung dari buyback adalah kenaikan EPS secara matematis. Namun, peningkatan EPS tidak selalu mencerminkan peningkatan profitabilitas aktual. Oleh karena itu, evaluasi menyeluruh terhadap pertumbuhan laba bersih tetap diperlukan.

4. Analisis Sentimen Manajemen

Buyback bisa diartikan sebagai bentuk kepercayaan diri manajemen terhadap prospek bisnis. Namun, jika dilakukan terlalu sering, bisa menandakan kurangnya peluang investasi internal yang lebih produktif.

5. Tips untuk Investor Retail

  • Perhatikan keterbukaan informasi resmi buyback dari IDX dan OJK
  • Amati posisi kas, utang, dan profitabilitas emiten
  • Evaluasi konsistensi strategi perusahaan sebelum dan sesudah buyback
  • Jangan terburu-buru menjual atau membeli saham hanya karena ada buyback

Dengan pendekatan yang cermat dan berbasis data, investor dapat memanfaatkan momen buyback sebagai peluang strategis, bukan jebakan sesaat. Pada bagian terakhir nanti, kita akan merangkum seluruh poin dan memberikan rekomendasi terstruktur untuk investor dan analis pasar.

Menyikapi Buyback Saham dengan Cermat

Aksi pembelian kembali saham oleh perusahaan bukanlah sekadar manuver teknis, melainkan bagian dari strategi keuangan korporasi yang mencerminkan kondisi internal, proyeksi jangka panjang, dan respon terhadap dinamika pasar.

Dari penjelasan sebelumnya, kita dapat menarik sejumlah kesimpulan penting:

  • Buyback saham dapat berdampak positif terhadap harga, EPS, dan sentimen pasar, namun efektivitasnya sangat bergantung pada konteks dan eksekusi.
  • Perusahaan dengan posisi keuangan sehat dan motivasi jangka panjang cenderung menghasilkan dampak buyback yang lebih konstruktif.
  • Investor harus kritis dalam menilai buyback, terutama dengan mempertimbangkan latar belakang regulasi, metode pembelian, dan transparansi perusahaan.

Rekomendasi untuk Investor dan Pelaku Pasar

Investor Ritel

  • Jangan buru-buru mengikuti euforia buyback. Amati struktur keuangan dan tren kinerja laba.
  • Gunakan buyback sebagai sinyal awal untuk riset lebih lanjut, bukan keputusan beli instan.
  • Utamakan saham yang melakukan buyback dengan disiplin dan historis manajemen yang akuntabel.

Investor Institusi & Fund Manager

  • Evaluasi rasio ROE dan leverage pasca-buyback untuk memastikan efektivitas manajemen modal.
  • Pertimbangkan aksi buyback sebagai indikator re-allokasi kas jangka pendek—apakah itu rasional atau sinyal stagnasi ekspansi bisnis.
  • Analisis risiko jangka panjang terhadap struktur ekuitas dan fleksibilitas neraca.

Analis dan Profesional Keuangan

  • Rumuskan model valuasi yang memasukkan dampak buyback terhadap EPS, PER, dan nilai intrinsik.
  • Bedakan antara buyback yang berbasis fundamental dengan yang bertujuan kosmetik (window dressing).
  • Gunakan buyback sebagai titik masuk pembahasan tata kelola, strategi kapital, dan efisiensi manajemen.

Bijak dalam Menyikapi Sinyal Pasar

Buyback saham bukan jaminan profit instan. Namun bila dianalisis dengan matang, buyback bisa menjadi salah satu indikator penting dalam pengambilan keputusan investasi yang lebih terukur, rasional, dan terhindar dari bias jangka pendek.

Bagi investor pasar modal Indonesia, memahami buyback bukan lagi pilihan, tapi bagian dari literasi keuangan yang wajib, khususnya di tengah era volatilitas dan dinamika korporasi yang makin kompleks.

Selalu kombinasikan informasi aksi korporasi dengan analisis fundamental dan objektivitas keputusan investasi Anda.