Apa Itu Force Sell Saham? Jangan Panik, Ini Penjelasan Lengkapnya

Bagi investor yang baru mengenal margin trading, istilah force sell mungkin terdengar mengerikan. Bayangkan saham yang kamu pegang tiba-tiba dijual otomatis oleh sistem sekuritas—bukan karena kamu mau, tapi karena sistem membaca rasio marginmu melewati batas aman. Hasilnya? Posisi kamu ditutup paksa, sering kali dalam kondisi rugi.

Situasi seperti ini bisa membuat investor panik, apalagi jika belum paham kenapa hal itu terjadi. Padahal, force sell adalah mekanisme pengaman yang memang dirancang untuk mencegah kerugian lebih besar, baik bagi investor maupun sekuritas.

Force sell bukan hanya sekadar istilah teknis. Ia punya aturan, waktu eksekusi, dan rasio pemicu yang berbeda di tiap sekuritas. Dan jika kamu sudah mulai menggunakan fitur margin—seperti di Ajaib, IPOT, atau sekuritas lain—kamu wajib tahu kapan dan bagaimana force sell bekerja.

Artikel ini akan mengulas force sell dari dasar: mulai dari definisinya, perbandingan kebijakan antar sekuritas, hingga tips agar kamu bisa menghindarinya. Jadi sebelum panik karena notifikasi “penjualan paksa”, lebih baik baca sampai tuntas.

Force Sell: Mekanisme Jual Paksa Saat Rasio Margin Terlampaui

Force sell adalah proses penjualan paksa saham oleh sekuritas ketika nasabah tidak memenuhi kewajiban margin atau melampaui batas rasio jaminan tertentu. Dalam praktiknya, sistem sekuritas akan otomatis menutup posisi yang dianggap berisiko tinggi, tanpa perlu persetujuan dari investor.

Kapan force sell terjadi? Umumnya, ada dua pemicu utama. Pertama, ketika nasabah tidak melunasi kewajiban margin hingga hari keempat atau kelima (T+4 atau T+5) setelah transaksi. Kedua, saat rasio margin—yakni perbandingan antara jaminan dengan kewajiban—jatuh di bawah ambang batas yang telah ditentukan oleh masing-masing sekuritas.

Sebagai contoh, jika kamu menggunakan fitur margin di Ajaib dan rasio marginnya turun di bawah 60%, akunmu bisa terkena suspend buy. Jika rasio terus memburuk hingga melampaui 80%, maka sistem akan melakukan force sell secara otomatis untuk melindungi nilai portofolio.

Intinya, force sell adalah mekanisme proteksi, bukan hukuman. Namun, efeknya bisa merugikan jika kamu tidak memahami cara kerjanya atau mengabaikan notifikasi margin dari sekuritas.

Perbandingan Ketentuan Force Sell di Berbagai Sekuritas

Setiap sekuritas memiliki kebijakan force sell yang berbeda, tergantung sistem margin, manajemen risiko, serta ketentuan internal mereka. Meski prinsip umumnya sama—yakni menjual saham secara paksa saat kewajiban tidak terpenuhi—detail rasio dan waktunya bisa sangat bervariasi.

Sebagai contoh, IPOT (IndoPremier) menerapkan force sell jika nasabah tidak melunasi kewajiban dalam waktu lima hari bursa (T+5), atau jika rasio kewajibannya melebihi 80%. Ini memberikan waktu yang sedikit lebih longgar dibanding sekuritas lain. Sementara itu, Ajaib Sekuritas menerapkan kebijakan lebih ketat: force sell bisa terjadi mulai T+4 jika rasio margin melebihi 80%, dan suspend buy bahkan sudah aktif saat rasio menyentuh 60%.

Mandiri Sekuritas (MOST) memiliki pendekatan berbeda. Mereka menggunakan collateral ratio, yaitu perbandingan nilai jaminan terhadap utang. Jika rasio ini turun di bawah 130%, maka force sell bisa dilakukan di T+4.

Beberapa sekuritas seperti BCA Sekuritas memang tidak mencantumkan aturan force sell secara eksplisit di situs resminya, namun pada umumnya tetap mengikuti ketentuan OJK dan bisa melakukan force sell jika terjadi gagal bayar.

Sementara itu, Stockbit Sekuritas memiliki fitur Trading Limit yang juga dapat memicu force sell jika tidak dilunasi hingga T+4. Bahkan, suspend buy bisa aktif sejak T+3, memberikan sinyal dini kepada nasabah.

Tabel Perbandingan Ketentuan Force Sell Antar Sekuritas

Sekuritas Ketentuan Force Sell Waktu Eksekusi Rasio/Kondisi Pemicu
IPOT (IndoPremier) Jika kewajiban tidak dilunasi dalam 5 hari bursa atau rasio kewajiban > 80% T+5 Rasio kewajiban > 80% (limit reguler)
Ajaib Sekuritas – Tidak melunasi margin hingga T+4
– Rasio margin > 60%
T+4 Rasio margin > 60% (suspend buy), > 80% (force sell)
Mandiri Sekuritas (MOST) Tidak melunasi kewajiban hingga T+4 atau rasio jaminan < 130% T+4 Collateral Ratio < 130%
BCA Sekuritas Mengikuti POJK dan dilakukan jika gagal bayar T+4 (umum) Tidak melunasi kewajiban margin
Stockbit Sekuritas Tidak melunasi kewajiban Trading Limit hingga T+4 T+4 Suspend buy di T+3, force sell di T+4

Dengan perbedaan rasio margin, waktu eksekusi, dan terminologi (ada yang pakai istilah “collateral ratio”, “kewajiban”, atau “trading limit”), penting bagi investor untuk memahami ketentuan force sell di sekuritas masing-masing sebelum menggunakan fitur margin.

Memahami Rasio dan Eksekusi Force Sell di Tiap Sekuritas

Setelah melihat perbandingan antar sekuritas, kita bisa simpulkan bahwa ada dua variabel utama dalam force sell: waktu eksekusi dan rasio pemicu. Meskipun istilahnya berbeda—rasio kewajiban, margin, atau jaminan—intinya tetap sama: seberapa aman posisi investor menurut sistem margin yang digunakan.

IPOT, misalnya, memberikan kelonggaran hingga T+5 dengan ambang kewajiban 80%. Namun, jika nasabah menggunakan fasilitas margin lebih lanjut, ketentuan bisa lebih ketat. Di sisi lain, Mandiri Sekuritas menggunakan pendekatan berbasis collateral ratio dengan batas bawah di angka 130%. Ini artinya, jika nilai jaminan turun drastis karena pasar anjlok, sistem akan langsung melakukan jual paksa meskipun belum lewat jatuh tempo.

Sementara itu, Stockbit memisahkan antara suspend buy dan force sell. Suspend buy diberlakukan lebih awal di T+3 untuk memberi peringatan, dan force sell dilakukan di T+4 jika belum ada pelunasan. Pendekatan ini bisa dibilang cukup ramah bagi investor yang responsif.

BCA Sekuritas cenderung tidak mempublikasikan secara rinci batasan rasio margin, namun berdasarkan praktik umum, mereka tetap menjalankan force sell mengikuti standar regulasi OJK. Transparansi rasio dan pemicu force sell menjadi poin penting yang perlu diperhatikan oleh investor saat memilih broker.

Dengan memahami tabel ketentuan tersebut, investor bisa memilih sekuritas yang paling sesuai dengan profil risiko dan strategi masing-masing. Bukan sekadar memilih limit terbesar, tapi mencari sistem yang memberi cukup ruang untuk manuver tanpa mengorbankan keamanan aset.


Fitur margin trading memang bisa jadi senjata tambahan bagi investor yang ingin memperbesar daya beli. Tapi seperti pisau bermata dua, margin tanpa kendali justru bisa jadi awal dari force sell yang menyakitkan. Karena itu, paham betul kapan rasio mulai rawan, bagaimana tiap sekuritas menetapkan limit, dan kapan sistem mulai mengambil alih kendali portofoliomu, adalah kunci bertahan di tengah volatilitas pasar.

Investor ritel sebaiknya tidak hanya terpaku pada limit besar atau bunga rendah. Perhatikan juga transparansi sistem margin, kecepatan notifikasi, hingga pendekatan eksekusi force sell dari masing-masing sekuritas. Karena saat margin mulai menipis, hanya pemahaman dan kesiapan yang bisa menyelamatkan posisi kamu dari kerugian lebih dalam.

Tertarik memperdalam pemahamanmu soal margin trading? Baca juga panduan sebelumnya tentang cara kerja margin trading di Ajaib Sekuritas dan perbedaan antara limit transaksi dan margin trading. Jangan sampai kamu masuk ke dunia margin tanpa persiapan matang.

Selanjutnya, kita juga akan bahas lebih dalam soal haircut saham — salah satu faktor krusial yang sering diabaikan investor pemula. Pastikan kamu tidak melewatkannya.